Prabawa
adalah seorang siswa suatu SMA di kota
besar, kelas III, semester kedua, program studi IPS.Dia tinggal bersama orang
tuanya, yang mendukung ita-citanya menjadi seorang guru akutansi. Prabawa
berharap dapat diterima di FKIP Negeri di kotanya sendiri, dan telah berusaha
sejak kelas 1 supaya nilai rata-rata dalam
rapor setiap semester minimal 7. Dalam usaha ini dia berhasil.
Selain
itu, sejak awal kelas II dia juga berhasil dalam mengikat hati seorang siswi
yang duduk di kelas yang sama. Mereka sudah biasa pergi rekreasi bersama,
meskipun pihak putri terpaksa main backsRational Emotive Therapyet karena orang
tuanya belum mengizinkan untuk berpacaran. Pada awal semester kedua siswi
mengatakan bahwa orang tuanya telah mengetahui petualangannya dan memarahi dia,
bahkan mereka mengancam ini dan itu. Siswa itu merasa terpaksa memutuskan
hubungan karena dia tidak berani melawan orang tua. Prabawa jatuh dalam lembah
depresi dan berfikir : “Apa gunanya meneruskan hidup di dunia ini? Saya tidak
rela dicintai oleh gadis lain ataupun menintai gadis lain. Hanya yang satu ini
menjadi idaman saya! Sumber semangat belajarkudan pendukung ita-itaku sudah
lenyap!”.
Prabawa
bolos sekolah satu minggu. Ketika masuk sekolah kembali, dia dipanggil oleh
konselor di sekolahnya.
Langkah-langkah
kerja :
(1)
Membangun hubungan pribadi dengan prabawa. Di sini konselor menjelaskan alasan
prabawa dipanggil, yaitu selama satu minggu tidak masuk sekolah tanpa ada
kabar, dan bertanya apakah ada sesuatu yang ingin dibicarakannya berkaitan
dengan hal itu. Mula-mula Prabawa kelihatan ragu-ragu, tetapi akhirnya
mengatakan bahwa memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan.
(2)
Mendengarkan dengan penuh perhatian uingkapan pikiran dan perasaan Prabawa. Dia
mengutarakan bahwa semangat belajar telah hilang,setelah mengalami pukulan amat
berat, di siswi sekelas yang selama satu tahun sering mau diajak pergi berdua,
tetapi tiba-tiba mengundurkan diri setelah dimarahi oleh orang tuanya. Pada
hal, katanya, tidak ada gadis lain yang pantas
dicintai. Prabawa beranggapan bahwa masa depannya menjadi sangat suram
dan tidak ada sumber inspirasi lagi yang mendukung cita-citanya menjadi guru
akutansi disekolah menengah (pikiran irasional).
(3)
Mengadakan analisis kasus, yaitu mencari gambaran yang lengkap mengenai kaitan
antara A,B,C ( Activating Event, Belief, Consquences). Konselor akan menaruh
perhatian khusus pada pikiran-pikiran irasional yang di duga mendasari rasa
kehilangan semangat, karena dia akan mengusahakan supaya Prabawa berfikir
rasional dalam menghadapi persoalannya.
(a)
Kejadian yang dialami ialah terputusnya hubungan percintaan dengan gadis yang
dikaguminya, yang memutuskan hubungan ialah pihak putri, dengan memberikan
alasan dilarang oleh orang tuanya.
(b)
Kejadian ini ditanggapi dengan banyak pikiran yang irasional atau tidak masuk
akal. Prabawa berfikir : “ Ini musibah besar, karena cimtaku yang pertama dan
abadi dihancurkan begitu saja.” “Tidak ada gadis lain yang lain yang akan
kucinta. Gadis lain juga tidak akan mencintai diriku setulus teman siswi itu.”
“ Dunia telah bertindak kejam terhadap diriku, apa gunanya menyambung benang
hidupku ini?.” “ Siapa lagi yang akan memberikan inspirasi kepadaku untuk
mengejar cita-citaku kalau bukan dia?” (Irational
Belief)
(c)
Sebagai akibat dari cara berfikir yang demikian, Prabawa mengalami gejolak
emosional dan goncangan dalam alam perasaannya, seperti merasa kehilangan
semangat hidup dan gairah untuk belajar, merasa putus asa dan merasa seperti
orang yang lukanya menganga lebar dan mengeluarkan darah terus-menerus (Consquences dalam alam perasaan).
Akibatnya lebih lanjut ialah Prabawa memutuskan untuk tidak masuk sekolah; ini
tindakan penyesuain diri yang salah dan malah membahayakan sukses dalam
belajarnya (Consquences dalam
perilaku nyata). Namun, karena teguran orang tuanya dia terpaksa kembali ke
sekolah setelah membolos satu minggu.
(4)
Membantu Prabawa untuk menemukan jalan keluar dari persoalan ini. Konselor
dapat mulai dengan menjelaskan kepadanya hasil analisis di atas, sehingga
Prabawa sedikit banyak mengerti apa alasannya sehingga keadaannya sekarang
begini. Kemudiaan konselor memulai menantang seluruh pikiran yang tidak masuk
akal tadi, misalnya dengan melontarkan pertanyaan : “ Apa alasanmu berpendapat
telah ditimpa musibah beasr?.’’ ; “Apakah pengalaman memang sudah pasti bahwa
cinta pertama ini merupakan cinta abadi?.” ; “Apakah inspirasi dan semangat
belajar hanya dapat diberikan oleh gadis itu?” ; “Apakah orang tua siswi yang
masih di bawah umur itu tidak berhak ikut bicara?” ; “Apakah kamu mempunyai hak
menuntut supaya dunia ini memenuhi keinginan dengan serba cepat?”, dan lain
sebagainya.
Disamping
itu, konselor memberikan pandangan-pandangan baru kepada Prabawa, misalnya :
“Pada umur sekarang belum tentulah bahwa gadis itu adalah jodohmu. Mungkin saja
hubungan ini akan berubah bila Prabawa dan siswi itu sudah menginjak dewasa”:
”Anggaplah pengalaman berpacaran ini sebagai pelajaran yang berguna, yaitu
Prabawa sudah mengalami keindahan cinta, tetapi sekaligus lebih menyadari harus
melihat situasi dan kondisi siswi yang masih bersekolah seperti Prabawa
sendiri”; “Orang tuanya mungkin menginginkan, supaya anak mereka menyelesaikan
studinya lebih dahulu sebelum mengikat diri. Selain itu, tindakan backsRational
Emotive Therapyet tidak tepat dilakukan oleh gadis remaja, karena ini
menghancurkan hubungan terbuka antara orang tua dan anak”; “Tidak lebih baikkah
Prabawa menyelesaikn SMA lebih dahulu dan nantinya melihat lagi kemungkinan
untuk menyambung kembali hubungan dengan gadis itu, kalau dia memang cocok
untuk Prabawa?” ; “Lebih baiklah bagi pemuda untuk mendapatkan kepastian
tentang suatu pekerjaan, shingga dia dapat menghidupi keluarga. Orang tua pihak
putri ingin supaya kehidupan anaknya, yang diserahkan kepada seorang pria,
betul-betul terjamin” ; “Kegagalan dalam cinta di masa remaja bukan musibah
yang menghancurkan masa depan”; “Merasa kecewa sekarang ini adalah perasaan
yang wajar pada umurmu sekarang”; dan lain-lain pertimbangan.
Efek
dari diskusi ini ialah, bahwa Prabawa mulai berubah pikiran dan memandang
pengalaman ini dengan cara yang lebih masuk akal, misalnya, “Saya akan menerima
kenyataan ini. Memang saya tidak mengharapkannya, tetapi apa boleh buat? Lebih
baik saya memusatkan perhatian pada studi dahulu, supaya cita-cita saya dapat
diraih. Pengalaman cinta pertama ini saya simpan sebagai kenangan yang manis,
yang nantinya dapat disambung lagi”, dan lain sebagainya (r-afektif). Akhirnya
Prabawa memutuskan untuk tidak lagi mengajak teman siswi itu pergi berdua dan
mengejar pelajaran yang ketinggalan (perilaku, Rasional)
(5)
Mengakhiri hubungan pribadi dengan Prabawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar