I.Psikoterapi
PENGERTIAN PSIKOTERAPI
Dilihat secara etimologis psikoterapi mempunyai arti
sederhana, yakni “psyche” yang artinya jelas yaitu “mind” atau sederhananya:
jiwa dan “therapy” mengasuh, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah
“perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang.
Pengertian psikoterapi menurut beberapa tokoh:
- Watson
& Morse (1977) Bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien
dan terapis, pada mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan
psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar
psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri
dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya,
- Corsini
(1989) Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak,
setiap pihak biasanya terdiri dari satu oran, tetapi ada kemungkinan
terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan
memperbaiki keadaan yyang tidak menyenangkan (distress) pada salah
satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah
satu dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif (kelainan pada fungsi
berfikir), fungsi afektif (penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak
menyenangkan) atau fungsi perilaku (ketidaktepatan perilaku); dengan
terapis yang memiliki teori tentang asal-usul kepribadian, perkembangan,
mempertahankan dan mengubah bersama-sama dengan beberapa metode perawatan
yang mempunyai dasar teori dan profesinya diakui resmi untuk bertindak
sebagai terapis.
- Ivey
& Simek-Downing (1980) Psikoterapi adalah proses jangka panjang,
berhubungan dengan upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih
besar pada struktur kepribadian.
Menurut pendapat beberapa para ahli diatas, dapat
disimpulkan pengertian psikoterapi adalah proses perawatan atau penyembuhan
penyakit kejiwaan melalui teknik dan metode psikologi, dimana adanya interaksi
antara dua orang yang disebut terapis dan pasien.
TUJUAN PSIKOTERAPI
Berikut ini akan diuraikan mengenai tujuan dari
psikoterapi secara khusus dari beberapa metode dan teknik psikoterapi yang
banyak peminatnya, dari dua oran tokoh yakni Ivey, et al (1987) dan Corey
(1991):
- Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik, menurut Ivey, et al (1987):
membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi
kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan
menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
- Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisi, menurut Corey (1991): membuat
sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien
dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan
bekerja melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman
intelektual.
- Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut
Ivey, et al (1987): untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki
seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya
sendiri yang nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk
serta memberi jalan bagi pertumbuhannya yang unik.
- Tujuan
psikoterapi pada pendekatan terpusat pada pribadi, menurut Corey (1991):
untuk memberikan suasana aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri
dengan enak, sehingga ia bisa mengenai hal-hal yang mencegah
pertumbuhannya dan bisa mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya
ditolak atau terhambat.
- Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, menurut Ivey, et al (1987):
untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan
pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan.
- Sehubung
dengan terapi behavioristik ini, Ivey, et al (1987) menjelaskan mengenai
tujuan pada terapi kognitif-behavioristik, yakni: menghilangkan cara
berfikir yang menyalahkan diri sendiri, mengembangkan cara memandang lebih
rasional dan toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Corey
(1991) merumuskan mengenai kognitif-behavioristik dan sekaligus
rasional-emotif terapi dengan: menghilangkan cara memandang dalam
kehidupan pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh
pandangan dalam hidup secara rasional dan toleran.
- Tujuan
psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey, et al
(1987): agar seseorang menyadari mengenai kehidupannya dan bertanggung
jawab terhadap arah kehidupan seseorang.
- Corey
(1991) merumuskan tujuan terapi Gestalt: membantu klien memperoleh
pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamannya. Untuk merangsang menerima
tanggung jawab dari dorongan yang ada di dunia dalamnya yang bertentangan
dengan ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.
Dapat disimpulkan bahwa beberapa tujuan psikoterapi
antara lain :
- Perawatan
akut (intervensi krisis dan stabilisasi)
- Rehabilitasi
(memperbaiki gangguan perilaku berat)
- Pemeliharaan
(pencegahan keadaan memburuk dijangka panjang)
- Restrukturisasi
(meningkatkan perubahan yang terus menerus kepada pasien).
UNSUR-UNSUR PSIKOTERAPI
Masserman (Karasu 1984) telah melaporkan tujuh
“parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis
psikoterapi. Dalam hal ini termasuk :
- Peran
sosial (martabat) psikoterapis,
- Hubungan
(persekutuan terapeutik),
- Hak,
- Retrospeksi,
- Re-edukasi,
- Rehabilitasi,
- Resosialisasi
dan rekapitulasi.
Unsur – unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk
masing-masing pasien dan dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini
dapat diubah dengan berubahnya tujuan terapeutik, keadaan mental dan kebutuuhan
pasien.
PENJELASAN PERBEDAAN PSIKOTERAPI
dan KONSELING
Konseling merupakan proses wawancara tatap muka
antara dua orang (konselor dan klien) yang bertujuan untuk memberikan bantuan
kepada klien, sehingga klien dapat memecahkan masalahnya dan lebih berkembang
dalam kehidupan sekarang dan masa depannya. Menurut British Association of
counseling (dalam Mappiare, 2004), konseling merupakan suatu proses bekerja dengan
orang banyak, dalam suatu hubungan yang bersifat pengembangan diri, dukungan
terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah.
Sedangkan psikoterapi merupakan interaksi sistematis
klien-terapis memanfaatkan prinsip psikologis, untuk melakukan pengubahan
pikiran, perasaan dan perilaku klien, dengan tujuan membantu klien mengatasi
perilaku abnormal, memecahkan masalah dan atau berkembang sebagai individu.
Menurut Mappiare (dalam Hartosujono, 2004) ada
sejumlah perbedaan psikoterapi dan konseling dikemukakan sebagai berikut:
1. Konseling merupakan bagian dari psikoterapi. Psikoterapi merupakan bagian
yang lebih
luas dari pada konseling.
2. Konseling lebih mengarah pada penyebab atau awal
masalah. Selanjutnya konseling lebih
mengarah pada pengembangan-pendidikan-pencegahan. Berbeda dengan psikoterapi
yang
mengarah penyembuhan-penyesuaian-penyembuhan.
3. Dasar konseling adalah filsafat manusia. Dasar
dari psikoterapi adalah perbedaan individual dengan dasar-dasar psikologi
kepribadian dan psikopatologi. Pada perkembangan selanjutnya konseling juga
memanfaatkan perkembangan teori-teori kepribadian dalam konteks ilmu perilaku.
4. Dijelaskan oleh Narayana Rao (dalam Hartosujono,
2004) bahwa tujuan antara konseling dan psikoterapi sama, namun keduanya
berbeda dalam proses pencapaiannya. Psikoterapi
mencapainya dengan cara ‘pembedahan’ psikis dan pembedahan otak. Proses
konseling
lebih mengarah pada identifikasi dan kekuatan-kekuatan positif yang dimiliki
klien, agar
klien lebih maksimal dalam kehidupannya.
- Pendekatan
Psikoterapi Terhadap Mental Illness
Pendekatan psikoterapi terhadap mental illness
menurut J.P. Chaplin, yaitu:
- Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan
penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854)
pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah
penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
- Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang
buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan,
krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres
yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial,
ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan
sepanjang hidup individu.
- Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya
dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus
mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan
kondisi sosio-budaya tertentu.
- Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri
seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini
dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki
oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.
II. Terapi Psikoanalisis
Konsep Dasar Teori Psikoanalisis
KEPRIBADIAN:
Kesadaran
dan ketaksadaran
Bagi Freud, kesadaran
merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang
mengapung yang bagian terbesarnya berada dibawah permukaan air, bagian jiwa
yang terbesar berada dibawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran menyimpan
pengalaman-pengalaman, ingatan, dan bahan-bahan yang di represi. Freud percaya,
bahwa sebagian besar fungsi psikologis berada di luar kesadaran.
Sasaran terapi
psikoanalitik adalah membuat motif-motif tak sadar menjadi disadari, karena
hanya ketika menyadari motif-motif tersebutlah individu bisa melaksanakan
pilihan. Walaupun diluar kesadaran, ketaksadaran tetap mempengaruhi tingkah
laku. Proses-proses tak sadar adalah akar dari gejala dan tingkah laku
neurotik. Dari perspektif ini, penyembuhan adalah upaya untuk menyingkap
gejala-gejala, sebab tingkah laku dan bahan-bahan yang direpresi yang
menghalangi fungsi psikologis yang sehat.
Struktur
Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur
kepribadian dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Id
Kepribadian seseorang hanya terdiri dari id ketika
dilahirkan. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id tidak
bisa mentoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan tegangan itu sesegera
mungkin serta untuk mencapai keadaan homeostatik. Id diatur oleh asas
kesenangan, bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan.
b. Ego
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang
memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama Ego adalah menjadi
pengantar naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran
dan melaksanakan sensor. Ego berlaku realistis dan berpikir logis serta
merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan.
c. Superego
Superego adalah cabang moral atau hukum dari
kepribadian, kode moral bagi individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu
tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego merepresentasikan hal yang
ideal yang real dan mendorong bukan pada kesenangan tetapi pada kesempurnaan.
Superego berfungsi menghambat impuls-impuls dari Id.
Mekanisme
Pertahanan Ego
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego membantu individu
mengatasi kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Mekanisme-mekanisme pertahanan
ego tidak selalu patologis dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak
menjadi suatu gaya hidup. Berikut ini beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego
:
a. Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan
dengan menutup mata terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu
menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan.
b. Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu
yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada
diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tiak bisa menerima adanya
hal-hal itu pada diri sendiri.
c. Fiksasi
Fiksasi adalah menjadi “terpaku’ pada tahap-tahap
perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa
menyebabkan kecemasan.
d. Regresi
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan
yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang
“baik” untuk menghndari ego dari cedera atau memalsukan diri sehingga kenyataan
yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan.
f. Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih
tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
g. Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek
atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sebenarnya, tidak bisa
dijangkau.
h. Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang
traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak
bisa diterima kepada ketidak sadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang
menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting.
i. Formasi reaksi
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang
berlawanan dengan keinginan tak sadar. Jika perasaan-perasaan yang lebih dalam
menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan
untuk menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman.
Perkembangan
Psikoseksual
Sumbangan yang berarti dalam model psikoanalitik
adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu
dari lahir hingga dewasa.
– Tahun pertama kehidupan : Fase Oral
Dari lahir sampai akhir usia satu tahun seorang bayi
menjalani fase oral. Mengisap buah dada ibu memuaskan kebutuhan akan makanan
dan akan kesenangan karena mulut dan bibir merupakan zona erogen yang peka
selama fase oral.
Tugas perkembangan utama fase oral adalah memperoleh
rasa percaya, yaitu percaya kepada orang lain, dunia, dan diri sendiri.
– Usia satu sampai tiga tahun : Fase Anal
Tugas yang harus diselesaikan ada fase ini adalah
belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana
mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang negatif. Selama fase anal, anak
dipastikan akan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti benci, hasrat
merusak, marah, dsb.
– Usia tiga sampai lima tahun : Fase Falik
Selama fase falik, aktivitas seksual menjadi lebih
intens dan perhatian dipusatkan pada alat-alat kelamin yaitu penis pada anak
laki-laki dan klitoris pad anak perempuan. Pada fase falik, masturbasi
meningkat frekuensinya. Anak-anak menjadi lebih ingin tau tentang tubuhnya,
mereka berhasrat untuk mengekplorasi tubuh sendiri dan untuk menemukan
perbedaan-perbedaan diantar kedua jenis kelamin.
Unsur-Unsur Terapi :
Tujuan terapi Psikoanalisis
·
Membentuk kembali struktur karakter
individu dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari didalam diri klien
·
Focus pada upaya mengalami kembali
pengalaman masa anak-anak
Fungsi dan peran Terapis
·
Terapis / analis membiarkan dirinya
anonym serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan
dirinya kepada teapis / analis.
Peran
terapis
·
Membantu klien dalam mencapai kesadaran
diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani
kecemasan secara realistis
·
Membangun hubungan kerja dengan klien,
dengan banyak mendengar dan menafsirkan
·
Terapis memberikan perhatian khusus pada
penolakan-penolakan klien
·
Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan
pertentanga-pertentangan pada cerita klien
Teknik-Teknik Terapi
Penerapan Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur
Terapeutik
Lima teknik dasar terapi psikoanalitik adalah:
asosiasi bebas, penafsiran, analisis mimpi atas resistensi, dan analisis atas
transferensi.
1) Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman
masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik
di masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi
bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung
di dalam ketaksadaran. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan
oleh klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang
membangkitkan kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya
kepada klien, membimbing klien ke arah peningkatan pemahaman atas
dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien.
2) Penafsiran
Penafsiran adalah suatu
prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi,
resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas
tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien
makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi
bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi
penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru
dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Dengan
perkataan lain, analis harus bisa menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien,
tetapi yang oleh klien bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya.
3) Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang
tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah
yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai jalan istimewa
menuju ketaksadaran sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat,
kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkap.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu laten dan isi manifes. Isi laten
terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik dan tak
disadari. Karena begitu mengancam dan menyakitkan, dorongan-dorongan seksual
dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi
manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si
pemimpi. Proses transformasi is laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang
mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna
yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes
mimpi, selama jam analitik, analis bisa meminta klien untuk mengasosiasikan
secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna menyingkap makna-makna yang
terselubung.
4) Analisis dan Penafsiran Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien
mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai
dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap
kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien sadar atas
dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan depresi itu. Resistensi ditunjukkan
untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus
menunjukannya, dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa
menangani konflik-konflik secara realistis.
Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena
merupakan perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam
kehidupan sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat
bertahan terhadap kecemasan, tetapi menghambat kemampuan klien untuk mengalami
kehidupan yang lebih memuaskan.
5) Analisis dan Penafsiran Transferensi
Transferensi mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika urusan
yang tak selesai di masa lampau klien dengan orang-orang yang berpengaruh
menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang dan bereaksi terhadap analis
sebagaimana dia bereaksi terhadap ibu atau ayahnya. Analisis transferensi
adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk
menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Penafsiran hubungan
transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus: konflik-konflik masa
lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat
pertumbungan emosionalnya. Singkatnya efek-efek psikopatologis dari hubungan
masadini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik
emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.
III.
Terapi Humanistik Eksistensial
a. KONSEP
DASAR TEORI KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK
Pendekatan eksistensial
berkembang sebagai reaksi atas dua model utama yang lain, yaitu psikoanalisis
dan behaviorisme. Kedudukan psikoanalisis bahwa kemerdekaan terbatas pada
kekuatan-kekuatan dorongan irasional dan peristiwa yang telah lalu. Kedudukan
behaviorisme bahwa kemerdekaan terbatas oleh pengkondisian sosial budaya.
Meskipun terapi eksistensial menerima premis bahwa pilihan kita terbatas pada
keadaan eksternal, terapi menolak pendapat yang mengatakan bahwa kita
ditentukan olehnya.
Terapi eksistensial
berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan oleh karenanya bertanggung jawab
atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Pandangan
eksistensial didasarkan pada model pertumbuhan dan mengkonsepkan kesehatan
bukan keadaan sakit. Seperti yang ditulis Deurzen-Smith (1988), konseling
eksistensial tidak dirancang untuk menyembuhkan seperti tradisi model medis.
Klien tidak dipandang sebagai orang yang sedang sakit melainkan sebagai orang
yang merasa bosan atau kikuk dalam menjalani kehidupan.
Psikologi eksistensial
humanistic berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu
sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih – alih suatu system
teknik – teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi
eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan
yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan
konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia. ada beberapa konsep utama
dari pendekatan eksistensial yaitu :
1. Kesadaran diri
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan
nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat
kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang
ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni
memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang
esensial pada manusia.
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui
situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan
memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari
makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas
keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka
ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard,
“Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang.” Tanggung jawab
berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi
sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May
(1953), “Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari dan, oleh karenanya,
bertanggung jawab atas keberadaannya”.
Kesadaran bisa
dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong
yang di kedua sisinya terdapat banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka
beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali,
jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan di
dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah
ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri
sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka. Apabila
seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka
konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk
meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih
sulit untuk “ kembali ke rumah lagi“, menjadi orang yang seperti dulu lagi.
Dalam pengertian yang
sesungguhnya, peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas
alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi
dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan segenap konseling.
2. Kebebasan dan
tanggung jawab.
Manusia adalah makhluk
yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di
antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasarnya bebas, maka dia harus
bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri.
Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan
putusan pada pusat keberadaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus
dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab
kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan
eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib
dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya,
dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Tillich
mengingatkan, “Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil
putusan. Sartre mengatakan, “Kita adalah pilihan kita.” Nietzsche menjabarkan
kebebasan sebagai “kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami”.
Ungkapan Kierkegaard, “memilih diri sendiri”, menyiratkan bahwa seseorang
bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers
menyebutkan bahwa “kita adalah makhluk yang memutuskan”.
Tugas konselor adalah
mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan
kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya
bergantung secara neurotik pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa
dia bisa mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan
sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
3. Kecemasan
Kecemasan adalah suatu
karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang
patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk
pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk
memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami
kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki kantor konselor disertai
harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan
memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang
berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk
menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenarnya, konselor
eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan
bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara konseli bisa mengalami
peningkatan taraf kecemasan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah:
Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari
pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan pada tingkah laku neurotik? Apakah
konseli menunjukkan keberanian untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan
atas hal-hal yang tidak dikenalnya? Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang
produktif, baik konseling individual maupun konseling kelompok. Jika konseli
tidak mengalami kecemasan, maka motivasinya untuk berubah akan rendah.Kecemasan
dapat ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan
menghadapi risiko bereksperimen dengan tingkah laku baru. Implikasi-implikasi
konseling bagi kecemasan. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena
mereka mengalami kecemasan atau depresi banyak klien yang memasuki kantor
konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau
setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka.
Konselor yang berorientasi eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi
gejala-gejala atau kecemasan. Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan
sebagai hal yang tidak diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang
produktif baik konseling individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat
ditransformasikan kedalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi
resiko bereksperimen dengan tingkah laku baru.
4. Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam
artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan
nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia
memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang
bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan
hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan
kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan
potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.
b. Unsur-Unsur Terapi
1. Munculnya Gangguan
Model humanistik
kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar
konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia
untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak
pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan
realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta
merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi
kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan
masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan
humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang
muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
2. Tujuan Terapi
Pada dasarnya, tujuan
terapi eksistensial adalah:
a) Meluaskan kesadaran
diri klien.
b) Meningkatkan
kesanggupan pilihannya
.
3. Peran Terapis
Menurut Buhler dan
Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup
hal-hal berikut :
·
Mengakui pentingnya pendekatan dari
pribadi ke pribadi
·
Menyadari peran dan tanggung jawab
terapis
·
Mengakui sifat timbale balik dari
hubungan terapeutik.
·
Berorientasi pada pertumbuhan
·
Menekankan keharusan terapis terlibat
dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
·
Mengakui bahwa putusan-putusan dan
pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
·
Memandang terapis sebagai model, bisa
secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan
positif.
·
Mengakui kebebasan klien untuk
mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya
sendiri.
·
Bekerja kea rah mengurangi
kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
c.
Teknik-teknik terapi Humanistik
Kedudukan teknik adalah
nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa
secara efektif menantang dan memahami klien. Teknik-teknik yang digunakan dalam
konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
1. Penerimaan
2. Rasa hormat
3. Memahami
4. Menentramkan
5. Memberi dorongan
6. Pertanyaan terbatas
7. Memantulkan
pernyataan dan perasaan klien
8. Menunjukan sikap
yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
9. Bersikap mengijinkan
untuk apa saja yang bermakna.
IV.Person centered
therapy ( Carl Rogers )
A.
Konsep Dasar Pandangan Carl Rogers Tentang Perilaku / Kepribadian
Carl Rogers adalah
psikolog humanistik kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan tarapeutik
dan mengembangkan metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers adalah salah
satu individu yang pertama kali menggunakan istilah klien bukan pasien. Terapi
berpusat pada klien berfkous pada peran klien, bukan ahli terapi, sebagai
proses kunci penyembuhan. Rogers yakin bahwa setiap orang menjalani hidup di
dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya. Menurut Rogers, klien
benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan ahli terapi – klien
yang suportif dan saling menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri.
Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui pengalamannya sendiri dan
memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh harga dirinya dan mencapai
aktualisasi diri tersebut.
Konsep Carl Rogers
tentang kepribadian
Berbagai istilah dan
konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan
perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai
berikut :
1. Pengalaman
Pengalaman mengacu pada
dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan
kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita
seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam
kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran
masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin
terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
2. Realitas
Untuk tujuan
psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu,
meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki
persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan
setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat
dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan
kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa
politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi
hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita).
Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
3. Organisme Bereaksi
sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang mungkin
lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan
melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas
tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di
arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan
untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan
bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai
pejabat.
4. Organisme mengaktualisasi
kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)
Ini adalah prinsip
utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack
Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa.
Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini
adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang
lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih
memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada
bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme
total.
5. Frame Internal
Referensi
Ini adalah bidang
persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat
pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat
pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang
mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan
dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
6. Konsep Diri
Istilah – istilah
mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi
karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku”
kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai
yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan
proses perubahan.
7. Symbolization
Ini adalah proses di
mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk
pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap
dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman
ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri.
Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai
terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh
perhatian dan tertarik.
8. Penyesuaian
Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada
konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik
dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan
ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan.
Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan
karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
9. Organismic Valuing
Process
Ini adalah proses yang
berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri
untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai
intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa
yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan
hipotesis.
10. The Fully
Functioning Person
Rogers mendefinisikan
mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully
functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan,
memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui
pengalaman mereka.
B. Unsur – Unsur Terapi
(Person – Centered)
1. Peran Terapis
Menurut Rogers, peran
terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap – sikap
mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien melakukan
sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang
memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik –
teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai
instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu
klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari
bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan
klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai.
Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin
di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
2. Tujuan Terapis
Rogers berpendapat
bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di
milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah
nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya
terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh pasien
untuk membantunya berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan
bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh
masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa
yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.
C. Teknik – Teknik
Terapi
Untuk terapis person –
centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers,
percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1. Empathy
2. Positive Regard
(acceptance)
3. Congruence
Empati adalah kemampuan
terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini
kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan
berpikir tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin
menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling
berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan
dan pembelajaran.
Positive Regard yang di
kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang mendalam untuk klien
sebagai pribadi – sangat menghargai klien karena keberadaannya.
Congruence / Kongruensi
adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak memakai topeng
atau pulasan – pulasan.
Menurut Rogers
perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam
suatu hubungan.
Dapus :
https://echaelshanadia.wordpress.com/2015/03/20/pengertian-tujuan-dan-unsur-unsur-psikoterapi/
https://hestuningikrarini.wordpress.com/2015/04/23/artikel-6-person-centered-therapy-konsep-dasar-unsur-teknik-carl-rogers/
http://shasharia.blogspot.co.id/2015/04/artikel-5-konsep-dasar-teori-dari_22.html