BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya. Dikarenakan
manusia memiliki akal, pikiran dan rasa. Ketika kekayaan manusia inilah yang
membuat manusia disebut sebagai khalifah di bumi ini. Tuntukan hidup manusia
lebih dari pada tuntutan hidup makhluk lainnya yang membuat manusia berfikir
lebih maju untuk memenuhi kebutuhan atau hajat hidupnya di dunia, baik yang
bersifat jasmani maupun rohani. Dari proses ini maka lahirlah apa yang disebut
kebudayaan dan pandangan terhadap hidup.
Setiap
manusia memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda mengelompokkan pandangan
hidup yang berdeda-beda akan menciptakan paham atau aliran. Pandangan hidup
tidak terlepas dari masalah nilai dalam kehidupan manusia. Jadi pandangan
terhadap hidup ini adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi
manusia. Pandangan hidup dapat menjadi pegangan, bimbingan dan tuntutan
seseorang ataupun masyarakat dalam menempuh kehidupan. Oleh karena itu, dalam
kehidupan dunia dan akhirat pandangan hidup seseoranglah yang menentukan akhir
hidup mereka sendiri. Selain itu pandangan hidup juga tidak langsung muncul
dalam masyarakat, melainkan melalui berbagai proses dalam menemukan jati diri
atau pandangan hidupnya. Mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Dalam
penemuan pandangan hidup tersebut, tidak lepas juga dengan pendidikan. Manusia
mengetahui tentang hakikat hidup dan sebagainya adalah berasal dari
pendidikan.Oleh karena itu jika kita membahas tentang pendangan hidup, tidak
boleh lepas dari pendidikan manusia dapat berfikir ledih kedepan mulai dari
kehidupan baik lahir dan batin.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PANDANGAN HIDUP
Setiap
manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan
hidup itu bersifat kodrati. Karena itu ia menentukan
masa depan seseorang. Untuk itu perlu dijelaskan
pula apa arti pandangan hidup. Pandangan hidup artinya pendapat atau
pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan. Pendapat atau
pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman
sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
Dengan
demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul
seketika atau dalam waktu yang singkat saja,
melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus
menerus, sebingga basil pemikiran itu dapat diuji
kenyataannya. Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui
kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil pemikiran itu
sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut
pandangan hidup.
Pandangan
hidup banyak sekali macamnya dan
ragamnya, akan tetapi pandangan hidup dapat
diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari
3 macam :
- Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
- Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan nonna yang terdapat pada negara tersebut.
- Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Apabila
pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung
suatu organisasi, maka pandangan hidup itu
disebut ideologi. Jika organisasi itu organisasi
politik, ideologinya disebut ideologi politik.
Jika organisasi itu negara, ideologinya disebut
ideologi negara.
Pandangan
hidup pada dasarnya mempunyai unsur-unsur
yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan.
Keempat unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan.
Cita-cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat
dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang
hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala
hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram.
Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan.
Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan akal, kemampuan
jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.
B.
cita-cita,
Menurut
kamus umum bahasa Indonesia cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu
ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang
mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita
merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan dating.
Pada umumnya cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin
tinggi, dengan perkataan lain : cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan
tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya.
Apabila
cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu
disebut angan-angan. Disini persyaratan dan kemampuan tidak/belum
dipenuhi sehingga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan.
Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan dating
sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkan seseorang mencapai
apa yang dicita-citakannya tergantung dari 3 faktor; pertama factor manusia
yang memiliki cita-cita, kedua kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang
dicita-citakannya dan ketiga seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.
C. Kebajikan
Kebajikan
atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakikatnya sama
dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau
etika. Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan
badan. Manusia merupakan makhluk sosial: manusia hidup bermasyarakat, manusia
saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota
masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci, saling
merugikan, dan sebagainya.Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat
dari tiga segi, yaitu: manusia sebagai pribadi, manusia sebagai anggota
masyarakat, dan manusia sebagai makhluk Tuhan.Manusia sebagai pribadi dapat
menentukan baik dan buruk. Yang menentukan baik dan buruk itu suara hati. Suara
hati itu semacam bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak.
Jadi suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati
masyarakat, yang menentukan baik dan buruk adalah suara hati masyarakat. Suara
hati manusia adalah baik, tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap
baik. Demikian pula manusia sebagai makhluk Tuhan, manusia pun harus mendengar
suara hati Tuhan. Tuhan selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan
mengelak perbuatan yang tidak baik. Jadi kebajikan itu adalah perbuatan yang
selaras dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan hukum Tuhan.
Kebajikan berarti berkata sopan, santun, barbahasa baik, bertingkah laku baik,
ramah tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang
melihatnya. Namun ada pula kebajikan semu, yaitu kejahatan yang berselubung
kebajikan.
D. Sikap Hidup
Sikap
hidup adalah keadaan hati dalam menghadapi hidup. Dalm menghadapi kehidupan,
yang berarti manusia menghadapi manusia lain atau menghadapi kelompok manusia,
ada beberapa sikap etis dan sikap nonetis. Sikap etis disebut juga sikap
positif sedangkan sikap nonetis disebut juga sikap negatif. Ada tujuh sikap
etis, yaitu : sikap lincah, sikap tenang, sikap halus, sikap berani, sikap
arif, sikap rendah hati, dan sikap bangga. Sedangkan sikap nonetisada 6 yaitu :
sikap kaku, sikap gugup, sikap kasar, sikap takut, sikap angkuh, sikap rendah
diri. Sikap-sikap positif bagi bangsa Indonesia. Sikap-sikap itu antara lain :
sikap suka bekerja keras, sikap gotong royong, menjaga hak dan kewajiban, sikap
tolong menolong, dan sikap mengargai pendapat orang lain. kebajikan secara
nyata dan dapat dirasakan melalui tingkah lakunya. Dan, dalam hal ini, tingkah
laku manusia sebagai perwujudan kebajikan inilah yang akan dikemukakan karena
wujudnya dapat dilihat dan dirasakan. Karena tingkah laku bersumber pada
pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri yang
berbeda dari orang lain dan tergantung dari pembawaan, lingkungan, dan
pengalaman. Dalam setiap perbuatan, manusia harus memahami etika yang berlaku
dalam masyarakat. Sehingga kehidupan dalam memasyarakat menjadi tenang dan
tentram.
Namun
demikian dibalik keragaman pendapat tersebut tampaknya ada satu benang merah yang
dipersamakan, yaitu adanya kesepakatan bahwa manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara langsung akan tetapi
harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup.
Sikap manusia bukanlah suatu konstruk yang berdiri sendiri, akan tetapi paling
tidak ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konstruk-konstruk lain,
seperti dorongan, motivasi, atau bahkan dengan nilai-nilai tertentu.
Motivasi adalah kesiapan yang ditujukan pada sasaran dan
dipelajari untuk tingkah laku bermotivasi. Sikap adalah kesiapan secara umum
untuk suatu tingkah laku bermotivasi, sedang nilai-nilai sasarn adalah sasaran
atau tujuan yang bernilai terhadap mana berbagai pola sikap dapat diorganisir.
Dalam buku Strategi Kebudayaan, Van
Peursen melihat adanya tiga periode peralihan mencolok yang dialami manusia
pada umumnya. Ketiga periode itu adalah tahap mistis, tahap ontologi, dan tahap
fungsional. Tahap mistis merupakansikap manusia yang merasa dirinya terkepung
oleh kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya. Tahap ontologi adalah sikap manusia
yang tidak hidup lagi dalam kepungan. Sedangkan tahap fungsional merupakansikap
dan alam pikiran yang semakin nampak dalam diri manusia modern.
Sedangkan menurut Frans Magnis
Suseno melihat adanya dua bahaya yang menjadi kendala dalam kehidupan manusia
dalam mempertahankan sikap hidup yang tepat itu, bahaya tersebut adalah nafsu
dan pamrih. Nafsu merupakan perasaan-perasaan kasar yang bisa menggagalkan
kontrol diri manusia dan sekaligus membelenggunya secara buta pada dunia lahir.
Sedangkan pamrih adalah tindakan yang semata-mata mengusahakan kepentingannya
sendiri tanpa memperdulikan kepentingan orang lain.
Dalam bukunya Falsafah Hidup
Pancasila sebagaimana tercermin dalam Falsafah Hidup Orang Jawa, Soetrisno
melihat adanya tiga nafsu yang begitu menonjolkan aspek pamrih, antara lain:
selalu ingin menang sendiri, selalu ingin benar sendiri, dan hanya mementingkan
kebutuhan sendiri.
Selain
itu, menurut J.C.Tukiman Taruna dalm harian Kompas 8 Januari 1984, ia
menawarkan 6 sikap mental yaitu:
1. Manusia Jawa itu semakin manja. Dasar yang dipakai adalah
kenyataan dalam kehidupan orang Jawa yang lebih suka dilayani daripada
melayani.
2. Manusia Jawa cenderung boros, hal ini terbukti adanya dorongan
yang kuat dalam diri orang jawaberupa sikap suka menikmati. Manusia Jawa adalah
kelompok penikmat dan itu berarti ingin menikmati yang serba baru dan baik.
3. Adanya sikap semakin religius. Semangat religius menurun dan
cenderung menjadikan rumah ibadah sebagaipusat kehidupan sosial.
4. Manusia Jawa itu pendendam. Apabila menyangkut harga diri
manusia Jawa tidak mengenal pengampunan dan tidak bisa memaafkan.
5. Manusia Jawa mudah terpengaruh.
6. Manusia Jawa bukan pionir. Hal ini terbukti orang Jawa lebih
suka menunggu lowongan pekerjaan daripada menciptakan lapangan pekerjaan.
E.
Manusia
Dan Pandangan Hidup
Akal dan budi sebagai milik manusia ternyata membawa ciri
tersendiri akan diri manusia tersebut. Sebab akal dan budi mengakibatkan manusia
memiliki keunggulan dibandingkan makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia
tersebut ialah pandangan hidup. Disatu pihak manusia menyadari bahwa dirinya
lemah, dipihak lain manusia menyadari kehidupannya lebih kompleks.
Pandangan hidup merupakan masalah yang asasi bagi manusia.
Sayangnya tidak semua manusia menyadari, sehingga banyak orang yang memeluk
sesuatu agama semata-mata atau dasar keturunan.
Pandangan hidup penting bagi kehidupan manusia dimasa sekarang maupun
kehidupan di akhirat, dan sudah sepantasnya setiap manusia memilikinya.
Perlu kita sadari bahwa baik Tuhan maupun agama bagi kita
adalah suatu kebutuhan. Buka kebutuhan sesaat melainkan kebutuhan yang terus
menerus dan abadi. Sebab setiap saat kita memerlukan perlindungan Tuhan dan petunjuk
agama sampai di akhir nanti.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pandangan
hidup merupakan bagaimana manusia memandang kehidupannya. Setiap orang memiliki
pandangan hidup yang berdeda-beda dan melahirkan suatu paham. Wujud pandangan
hidup manusia berkaitan dengan cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup. Cita-cita
merupakan pandangan hidup di masa yang akan datang. kebajikan secara nyata dan
dapat dirasakan melalui tingkah lakunya. Dan, dalam hal ini, tingkah laku
manusia sebagai perwujudan kebajikan inilah yang akan dikemukakan karena
wujudnya dapat dilihat dan dirasakan. Karena tingkah laku bersumber pada
pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri yang
berbeda dari orang lain dan tergantung dari pembawaan, lingkungan, dan
pengalaman. Dalam setiap perbuatan, manusia harus memahami etika yang berlaku
dalam masyarakat. Sehingga kehidupan dalam memasyarakat menjadi tenang dan
tentram.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar